Pasal Santet di RKUHP, Dukun Terbukti Punya Ilmu Gaib Bisa Dipidana 5 Tahun Penjara

Pasal Santet di RKUHP, Dukun Terbukti Punya Ilmu Gaib Bisa Dipidana 5 Tahun Penjara

12 September 2019 Off By Redaksi

JAKARTA – Rancangan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sedang digodok oleh DPR bersama Pemerintah.

Ada hal menarik jika melihat RKUHP ini salah satunya pasal santet berlaku bagi mereka yang memiliki ilmu hitam atau magis.

Dalam pasal itu, seseorang yang memiliki ilmu hitam atau magis alias dukun bisa dikenakan pasal santet, dengan ancaman pidana penjara 5 tahun jika terbukti akibat perbuatannya menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang.

Anggota Panitia Kerja RKUHP dari Fraksi PKS, Nasir Djamil menjelaskan, Pasal Santet sengaja diadakan untuk memberikan perlindungan bagi warga negara dari aktivitas oknum yang mengklaim memiliki kemampuan ilmu hitam atau santet.

Namun, Pasal Santet ini masuk dalam delik formil bukan materiil.

“Pasal Santet ini adalah delik formil, bukan delik materil yang membutuhkan akibat dari santet. Jadi karena delik formil, hanya melihat tindakan orang yang menyatakan mempunyai kemampuan melakukan santet saja, tanpa harus membuktikan ia benar punya atau tidak. Jadi pembuktiannya adalah pembuktian formil, misalnya iklan, pengumuman, selebaran dan lain-lain yang mengklaim diri punya kemampuan menyantet. Jadi bukan soal benar substansi santetnya,” kata Nasir kepada wartawan, Rabu (6/6/2019).

Berikut bunyi pasal 239 yang mengatur tentang Pasal Santet dan Ilmu Hitam:

(1). Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).