Baru Ladari, Pakaian Tradisional Hasil Kreativitas Nenek Moyang Masyarakat Nias
14 November 2019NESIATIMES.COM – Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang memiliki keanekaragaman suku, budaya, dan adat istiadat.
Salah satu Kepulauan yang memiliki kekayaan warisan budaya leluhur adalah Kepulauan Nias, terletak di Indonesia bagian barat tepatnya di Sumatera Utara.
Kepulauan Nias terkenal dengan “budaya” lompat batu, tari perang, tarian maena dan masih banyak lagi seperti pakaian adat Kepulauan Nias yang unik, memiliki corak warna merah, kuning, dan hitam yang merupakan warna khas pakaian adat masyarakat Nias.
Biasanya, pakaian tersebut digunakan pada saat acara adat, acara besar yang sifatnya penting bagi masyarakat Kepulauan Nias.
Selain itu, masyarakat Kepulauan Nias juga memiliki pakaian tradisional yang bisa dibilang sangat unik. Salah satunya ‘Baru Ladari’, pakaian khusus wanita yang kini sudah jarang ditemukan alias langka.
Baru Ladari adalah warisan “budaya” “hasil gagasan” “kreativitas” nenek moyang masyarakat Kepulauan Nias pada saat belum mengenal pakaian modern “terbuat dari kapas” seperti sekarang ini.
Ceritanya, pada masa lampau masyarakat Kepulauan Nias belum bisa membuat bahan pakaian dari kapas karena belum ada pabrik tekstil. Mereka membuat pakaian dari kulit pohon atau daun ladari dengan cara menenun.
Baru Ladari sendiri terbuat dari daun semacam daun pandan, dalam bahasa Nias disebut “mbulu ladari”. Daun ini ditenun hingga berbentuk baju.
Saat itu, masyarakat Nias meyakini bahwa barangsiapa yang mengenakan pakaian dari hasil tenunan sangat dihormati dan berpengaruh.
Awalnya, Baru Ladari digunakan oleh kaum bangsawan Nias dan setelahnya bisa dipakai oleh semua kalangan pada saat itu.
Baru Ladari memiliki makna, sebagai simbol kealamian, hasil gagasan, dan kreativitas masyarakat Kepulauan Nias.
“Baju Ladari (Baru Ladari, red) dibuat sebagai pakaian yang digunakan oleh kaum bangsawan Nias. Baju yang terbuat dari daun Ladari mengartikan tentang kealamian orang Nias, soalnya dulu org nias ga punya bahan untuk buat pakaian. Jadi dengan kreatifitas mereka menenun daun Ladari menjadi baju dan rok” kata Seniman Muda Kepulauan Nias, Mega Suryawan Harefa, saat dihubungi nesiatimes.com, pada Rabu (13/11/2019).
Baru Ladari berasal dari daerah Gomo, Nias Selatan, Sumatera Utara.
Dalam menggunakan Baru Ladari, ada perbedaan bagi yang sudah dan yang belum menikah.
Jika sudah menikah tidak menggunakan penutup di bagian dada, namun jika belum menikah menggunakan penutup di bagian dada. Kemudian untuk aksesorisnya menggunakan:
- Nifatali yaitu kalung yang terbuat dari daun kelapa muda dan janur,
- Saru dalinga terbuat dari daun kelapa muda,
- Rainandulo yaitu sebagai hiasan kepala di bagian belakang, terbuat dari daun.
Untuk diketahui, Baru Ladari ini dahulu bukan digunakan sebagai pakaian upacara adat ataupun pementasan, melainkan dipakai untuk pakaian sehari-hari.
(EFG/FITRI)