Dicibir Tetangga Menikahi Sopir Truk, Wanita Lulusan S2 Ini Beberkan Gaji Suami 4 Kali Lebih Besar?
3 November 2019Baru-baru ini jagat dunia maya, khususnya Twitter, dihebohkan dengan pernikahan seorang perempuan lulusan S2 dengan seorang laki-laki sopir truk.
Pernikahan ini heboh lantaran banyak tetangga dari si mempelai wanita yang mencibir keputusannya menikah dengan seorang laki-laki sopir truk tersebut.
Para tetangga menilai keputusan wanita bernama Zuraiha Zaini yang mau dinikahi oleh laki-laki bernama Hafis Hozahli adalah sebuah kesalahan besar.
Hal tersebut lantaran status profesi Hafis sebagai sopir truk dianggap terlalu rendah untuk Zuraiha yang notabene seorang lulusan S2.
Zuraiha yang jengah dengan cibiran dari tetangganya itu akhirnya buka suara.
Melalui akun Twitter pribadinya @AzuraOrkid, wanita yang sehari-hari berprofesi sebagai guru itu menumpahkan kekesalannya.
“Saya guru, suami supir truk.
Saya Sarjana dan Master, Suami lulusan SMA.
Seserahan yang dibawa 10 ribu ringgit.
Tetangga hina ayah saya, ‘Anak pandai, nikah dengan supir truk’,” tulisnya.
Baginya, derajat seseorang tidak bisa dinilai dari status pendidikan dan pekerjaan saja.
Karena belum tentu mereka yang mencibir sudah menjadi hamba yang paling mulia di mata Tuhan.
“Hei, jangan hina profesi supir truk, kita ini hamba yang belum tentu mulia di sisi Tuhan,” tulis Zuraiha lagi.
Dalam cuitannya itu dia juga mengunggah foto akad nikahnya yang digelar pada 17 Agustus 2019 lalu.
Tampak dalam foto, Zuraiha dan Hafis memperlihatkan senyum lebar saat melepas masa lajang bersama.Cuitannya itu pun mengundang perhatian dari netizen lain.
Banyak netizen yang kemudian bertanya awal mula pertemuan Zuraiha dan Hafis.
Dalam balasannya kepada netizen, Zuraiha yang merupakan lulusan S2 di Universitas Pendidikan Sultan Idris Tanjung Malim, Malaysia, mengatakan dirinya sudah mengenal suaminya sejak 10 tahun yang lalu.
Saat itu mereka berdua memang dipertemukan di bangku sekolah yang sama.
Namun keduanya kemudian berpisah saat lulus SMA di mana Zuraiha melanjutkan ke bangku perkuliahan.
Sedangkan Hafis yang nasibnya tidak sebaik Zuraiha harus bekerja serabutan di kampung.
“Saya meneruskan ke bangku perkuliahan. Sementara dia tidak bernasib baik,” lanjutnya.
“Selepas SMA, dia bekerja serabutan di kampung. Dia kemudian menjadi supir truk, dari yang awalnya hanya mengantar barang di dalam kota hingga kini ke luar kota,”ungkap Zuraiha.
Lebih lanjut, Zuraiha mengatakan kalau cibiran itu sudah datang sejak dia berpacaran dengan Hafis.
Bahkan sampai saat menjelang akad nikah, ada kerabat yang masih mempertanyakan keputusannya itu.
“Ada sepupu tanya kenapa saya tidak menikah saja dengan guru lain atau teman kuliah. Itu ditanyakan 24 jam sebelum saya menikah,” lanjutnya.
“Bahkan saat resepsi, ada tetangga yang tanya ke ayah dan ibu saya, kenapa saya yang punya gelar master tapi mau dinikahi dengan supir truk. Tak pantas lah kata mereka,” ungkapnya seperti yang dilansir dari laman Says.
Meski suaminya kerap dicibir dan dipandang sebelah mata, Zuraiha mengaku bangga dengannya.
“Kalau ada orang yang bertanya apa pekerjaan suami saya, saya akan dengan bangga bilang kalau suami saya seorang supir truk. Jodoh kan ketentuan Allah,”ungkapnya.
Ia pun juga bersyukur kedua orangtuanya tidak meminta seserahan yang terlalu tinggi.
Namun meski begitu, nyatanya keluarga sang mempelai pria justru membawa seserahan yang jauh di atas ekspektasi Zuraiha sekeluarga.
“Keluarga suami memberi seserahan 10 ribu ringgit Malaysia ( sekitar Rp 33,6 juta). Itu adalah nilai yang melebihi ekspektasi saya sekeluarga,” ungkap Zuraiha.
Angka tersebut ternyata tak seberapa, sebab sang suami yang bekerja mengangkut gas merek petron dan petronas itu memiliki gaji yang lebih besar darinya.
Bahkan gaji sang suami bisa lebih besar 4 sampai 5 kali gajinya sebagai seorang guru.
Meski begitu, Zuraiha mengaku menikahi Hafis bukan karena seserahan dan gajinya.
Dia mengaku kalau memang dirinya dan keluarga menerima Hafis karena sosoknya yang tanggung jawab dan penyabar.
“Jangan pandang rendah pekerjaan supir truk. Kami sekeluarga menerima dia apa adanya, bukan ada apanya.”“Kami menerima dia karena sikapnya yang tanggung jawab, penyabar, dan suka membantu.”
“Karena yang terpenting adalah calon suami kita itu bisa menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab,” pungkasnya.