Kisah Dua Wanita Yang Dipenjara Karena Membagikan Alkitab di Iran

Kisah Dua Wanita Yang Dipenjara Karena Membagikan Alkitab di Iran

27 April 2020 Off By admin nesiatimes.com

NESIATIMES.COM – Dijebloskan ke dalam penjara karena membagikan Alkitab di lran, Maryam Rostampour dan Marziyeh Amirizadeh melihat ayat-ayat penderitaan dan pengampunan dari Alkitab menjadi hidup.

Maryam Rostampour dan Marziyeh Amirizadeh menghabiskan delapan bulan yang mengerikan di salah satu penjara paling terkenal di iran karena iman Kristen mereka.

Dilahirkan dan dibesarkan sebagal Muslim, kedua wanita itu tumbuh dengan perasaan tidak puas dengan ajaran Alquran dan menjadi Kristen setetah pertemuan pribadi dengan yesus.

Merasakan sebuah panggilan dari Tuhan, Marziyeh dan Maryam menghabiskan beberapa tahun di Teheran membagikan Alkitab dan berbicara tentang Yesus. Mereka ditangkap pada tahun 2O09 karena mempromosikan agama Kristen, dan diperintahkan untuk meninggalkan iman mereka atau menghadapi hukuman mati. Menolak untuk berpaling dari Kristus, kedua wanita itu menghabiskan hampir satu tahun di bangsal wanita di Penjara Evin, di mana mereka melihat efek kejam dari hukum Islam terhadap wanita. Setelah itu,  mereka menemukan hati yang terpuka pada pengharapan akan Yesus, menurut Christianity Today.

Setelah tekanan internasional dari PBB Amnesty International dan kelompok hak asasi manusia lainnya. para wanita itu dibebaskan pada November 2009. Mereka meninggalkan Iran untuk melanjutkan pelayanan melalui tulisan dan pidatonya di Amerika Serikat.

Reporter lepas Sarah Eekhoff Zylstra berbicara dengan kedua wanita itu tentang catatan atau rekaman tentang pengalaman hidup mereka, Captive in Iran: A Remarkable True Story of Hope and Triumph Amid the Horror of Tehran’s Brutal Evin Prison (Tyndale Momentum).

Selama beberapa tahun Anda membagikan Alkitab dan berbicara terntang Yesus di lran yang ilegal di sana. Apakah tidak bisa dihindari bahwa Anda akan ditangkap dan dipenjara?

Marziyeh: Kami berdua memiliki pandangan yang sama dari Tuhan untuk menginjili orang orang iran dengan membagikan Alkitab. Tuhan menunjukkan kepada saya bagaimana iran seperti tanah yang membutuhkan benih. Dia mengatakan kepadaku,

“Aku akanmembesarkan dan menumbuhkannya: Maryam juga memiliki mimpi tentang hal ini. Jadi kami yakin itu adalah kehendak Tuhan.”

Kami memutuskan untuk mencakup semua bagian dari leheran

Dua wanita Kristen iran yang pernah menghadapi ancaman eksekusi karena iman mereka telah menggambarkan kondisi di dalam Penjara Evin yang terkenal buruk di Teheran dengan menyebutnya penjara paling brutat di dunia

Maryam Rostampour dan Marziyeh Amirizadeh yang menghabiskan delapan bulan di sana pada 2009/2010, sekarang tinggal di AS di mana mereka diberikan suaka setelah pembebasan mereka. Mereka menulis tentang pengalaman mereka dalam sebuah buku, ‘ Captive in Irari’ yang diterbitkan pada tahun 2013

Dalam sebuah wawancara dengan UKs Times newspaper, kedua wanita tersebutmenjelaskan kondisi yang mungkin mereka alami.

“Satu hari seperti satu tahun. kata Rostampour. Beberapa hari kamu tidak bisa bernafas karena kamu tidak tahu apa yang akan terjadi padamu pada hari berikutnya.

Sudah bertahun-tahun sejak pembebasan mereka, namun dia mengatakan:

“Ketika orang-orang mengalami bagaimana hidup di Penjara Evin mereka tidak akan pernah menjadi orang yang sama lagi. Stresnya terlalu banyak. Kita tidak bisa menjadi orang yang sama lagi. Kita tidak bisa sebahagia sebelumnya. Kami tidak menikmati aktivitas-aktivitas layaknya orang normal karena sepanjang waktu kami memikirkan orang-orang yang masih ada disana”

Rostampour dan Amirizadeh. menggambarkan bagaimana mereka memeluk agama Kristen pada sebuiah konferensi Kristen di Turki pada 2005 dan kemucian mengubah rumah susun Teheran mereka menjadi “rumah gereja” dan mulai membagikan sekltar 20.000 salinan Peranjian Baru.

Setelah penangkapan mereka pada tahun 2009, mereka dipindahkan ke sel wanita di Penjara Evin. di mana mereka dipaksa tidur di lantai di sebuah ruangan dengan 30-40 tahanan lainnya. Mereka mengatakan hanya ada satu jendela kecil tanpa pemandangan dan suhunya panas di musim panas dan dingin di musim dingin. Lampu menyala terus sepanjang malam, sementara sebuah televisi tanpa henti menayangkan propaganda negara pengawas penganiayaan World Watch Monitor, melaporkan.

Mereka mengatakan bahwa tidak mendapatkan perawatan medis karena iman mereka dan bahkan mereka dipandang sebagai orang-orang kafir yang kotor

“Mereka memperlakukan kami seperti binatang” kata Amirizadeh.

Pengakuan Paksa

Rostampour dan Amirizadeh juga menghabiskan 40 hari di gedung interogasi, di mana mereka diminta berulang kali untuk menyangkal iman Kristen mereka, sementara para interogator merminta nama-nama orang yang telah menghadiri ‘rumah gereja’ mereka dan meminta mereka menandatangani pengakuan paksa.

“Jika kamu tidak memberi kami informasi yang kami butuhkan, kami akan memukuli kamu sampai kamu muntah darah” kata mereka.

Rostampour dan Amirizadeh mengatakan para interogator mereka sering mengutip contoh pendeta Kristen terkenal yang telah digantung.

“Kami bisa melakukan apa saja kepadamu dan tidak ada yang bisa menghentikan kami”kata mereka.

“Disini kami adalah hukum dan kami bisa melakukan apa pun yang kami inginkan “.

Para wanita tersebut mengatakan perhatian intemasional yang diberikan pada kasus mereka membantu mengamankan pembebasan mereka dan juga membantu mereka bertahan hidup di penjara.

“Jika sebuah kasus seorang tahanan mendapat perhatian mereka akan berhenti menyiksa atau memperkosa mereka karena mereka tahu dunia sedang memperhatikan” kata Aminzaden. Aminzadeh, ” kami mendengar banyak kasus tahanan yang tidak memiliki dukungan suara dari luar, dan banyak hal terjadi pada mereka.

Setelah pembebasan mereka, kedua wanita itu mengatakan mereka merasa “tidak bisa hidup di Iran lagi sebagai orang Kristen”. setelah diperingatkan oleh interogator mereka mungkin suatu hari mereka akan mengalami “kecelakaan”.

Namun demikian, Rostampour mengatakan: Iran adalah negara kami. Itu adalah rumah Kami. Kami merindukan jalanan dan pegunungannya Kami punya keluarga dan ternan disana. Kami merasa patah hati atas negara kami dan berdoa agar suatu hari negara kami bisa bebas darn rezim brutal ini.

 

Sumber kristiani.news,