Korban Gusuran Sunter-Jakarta: Kami Menyesal Dulu Pilih Anies sebagai Gubernur
21 November 2019JAKARTA – Mayoritas pemilih Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017 lalu di Sunter Agung Perkasa 8, Tanjung Priok, Jakarta Utara mengaku kecewa berat, sebab dalam kampanye Anies katanya tidak ada penggusuran, namun ternyata itu hanyalah sebuah janji manis, yang tidak pernah dilakukan.
Rumah mereka digusur, dan kini tidak memiliki tempat tinggal.
Seperti dilansir dari suara.com, salah satu warga, Malik (42) yang berprofesi sebagai tukang jual barang bekas mengaku memilih Anies yang kala itu berpasangan dengan Sandiaga Uno karena merupakan tokoh pilihan Ijtima Ulama.
“Saya, kami di sini kebanyakan warga Madura itu selalu mengikuti ulama, kami dulu pilih Pak Anies, ini buktinya ada kalender Anies-Sandi waktu kampanye dulu, kalau begini ya bagaimana nasib kami,” kata Malik, Rabu (20/11/2019), dikutip dari suara.com.
Malik mengatakan, ia telah lama menetap di Jakarta, sejak 1991, setelah hijrah dari kampung halaman di Bangkalan, Madura. Ia sudah memiliki KTP Jakarta, sehingga pada waktu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017, bisa berpartipasi mencoblos Anies-Sandiaga.
Malik juga menceritakan, bahwa ia sempat melakukan aksi demonstrasi tolak penggusuran di depan Balai Kota DKI, pada saat itu pihak Pemprov DKI katanya tidak akan menggusur wilayahnya.
Setelah unjuk rasa tersebut, mereka melakukan aktivitas seperti biasa, namun tiba-tiba, Kata malik, ada eksekusi penggusuran.
“Ada sempat surat (sosialisasi), cuma sebelum itu ada pemberitahuan tidak ada gusuran waktu unjuk rasa di kantor gubernur, sudah tuh lanjut aktivitas seperti biasa ada yang kerja ada yang jualan, ternyata tiba-tiba ada eksekusi,” ungkap Malik.
Seperti diketahui, Pemerintah Kota Jakarta Utara dibantu 1.500 personel gabungan dari kepolisian, satpol PP dan PPSU melakukan penertiban bangunan di Jalan Agung Perkasa VIII, Sunter, Kamis (14/11/2019).
Penertiban itu sempat berujung bentrok, karena warga mempertahankan bangunan mereka yang sudah ditinggali sejak puluhan tahun tersebut.
Upaya ini dilakukan pemerintah bukan penggusuran tetapi penataan dan penertiban bangunan yang tidak sesuai dengan fungsinya.
Penataan itu dilakukan untuk mendukung program pemerintah menormalisasi saluran air sepanjang 400 meter dengan lebar sekitar 6 meter. Wilayah tersebut rawan terjadinya genangan saat musim penghujan.
***
(EFG/AR)