Menag Nggak Ada Kerjaan Ngurusi Pakaian Orang

Menag Nggak Ada Kerjaan Ngurusi Pakaian Orang

2 November 2019 Off By NANAHARASUYA

Sebenarnya ini bukan tulisan saya yang pertama tentang cadar, saya sudah sering menulisnya dari awal tahun lalu, pasca terjadinya bom bunuh diri yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia kemudian setelah kejadian itu muncul video perempuan bercadar dan laki-laki jenggotan dengan celana cingkrang yang ditutup matanya dengan masker mata yang biasa digunakan untuk tidur, dalam video tersebut mereka meminta untuk dipeluk, mereka membawa kertas yang bertuliskan Peluk Saya Jika Kalian Merasa Aman Dengan Keberadaan Saya.

Dan kejadian yang terbaru adalah penusukan terhadap pak Wiranto yang dilakukan oleh orang dengan ciri-ciri, perempuannya menggunakan cadar, sedangkan yang laki-laki bercelana cingkrang dan berjenggot. Memang tidak semua orang dengan ciri-ciri diatas adalah teroris atau penganut radikalisme, karena jujur saja, beberapa orang terdekat saya juga menggunakan cadar tapi suaminya tetap sarungan, bukan celana cingkrang.

Oke, kembali ke pokok bahasan. Apa yang dirancang atau direncakan oleh Menteri Agama sudah benar, pelarangan menggunakan cadar dilingkungan pemerintahan atau instansi lainnya sebagai bagian dari usaha pembinaan pegawai. Tujuannya, membangun relasi sosial yang lebih baik. Karena selama ini orang yang menggunakan cadar terkesan sangat ekslusive dalam pergaulan.

Dan perlu kita sadari bersama bahwa setiap perusahaan atau instansi pemerintah dan swasta memiliki aturan serti kode etik yang berbeda-beda. Artinya jika kita tidak suka dengan aturan tersebut, karena menganggap Menteri Agama nggak ada kerjaan selain ngurusi ranah privat alias pribadi, ya silahkan undur diri, karena apa yang kita pakai memang ranah pribadi tapi saat kita bekerja di sebuah perusahaan maka kita sudah masuk di ranah umum.

Berbicara masalah toleransi tidak melulu tentang pakaian, agama, ibadah dan lain sebagainya, toleransi itu mencakup semua hal dari A sampai Z. Sekarang mbak-mbak bercadar itu merasa risih jika dicap sebagai bagian dari teroris, mereka merasa terdholimi dan merasa tidak adil dengan stigma negatif dari masyarakat.

Sedikit cerita, saya punya dua cerita dengan versi berbeda.

Pertama, dulu saya pernah punya bos keturunan China, dan diperusahaan ini juga ada aturan tentang pakaian yang tidak boleh dipakai, aturan tersebut dimasukkan dalam kontrak kerja, jadi dari awal memang sudah sudah ada kesepakatan bersama, lucunya aturan tersebut hanya diperuntukkan bagi yang tidak berjilbab, yaitu “dilarang menggunakan rok diatas lutut.”

Jujur saja saya kaget membaca kontrak kerja ini, sedangkan 75% karyawannya adalan non muslim. Apa yang non muslim ini protes dengan aturan ini? Tentu saja tidak. Mereka menerima dengan senang hati. Dan jam istirahat dimulai dari jam 12.00 sampai 13.00 wib. Saya rasa waktu 1 jam untuk Ishoma sudah lebih dari cukup, dan di perusahaan ini saya hanyalah minoritas tapi tidak ada diskriminasi apapun yang saya terima selama saya berkerja.

Kedua, saya bekerja dengan orang keturunan India yang beragama Islam, 100% pegawainya semuanya Islam, bahkan perusahaan ini hanya menerima karyawati yang berjilbab saja, sedangkan yang tidak berjilbab bisa dipastikan ditolak saat interview. Tapi yang membuat saya tidak betah disini dan hanya bertahan 1 bulan, bukan tentang aturan pakaian, tapi waktu ishoma yang hanya 15 menit, saya merasa dikejar-kejar waktu, 15 menit bagi saya tidak cukup untuk ishoma, belum lagi kalau toiletnya antri, sholat pun jadi terburu-buru. Karena merasa tidak nyaman akhirnya saya memilih keluar.

Jadi jangan lagi ada playing victim yang mengetakan bahwa pak Menteri agama anti Islam, nggak ada kerjaan ngurusi pakaian orang, dan segala macam cemoohan lainnya. Kalau kalian ibu rumah tangga, atau bekerja di rumah, bukan pegawai pemerintah atau instansi lainnya, kenapa kalian malah ikut protes? Intinya adalah, Aturan perusahaan dibuat untuk mengikat karyawannya bukan orang lain di luar perusahaan. Naah, kalo karyawannya merasa keberatan dengan aturan tersebut, ya saran saya keluar saja dari perusahaan itu, sesimpel itu sih.

Dan untuk pak Menteri Agama, saya harap ini bukan hanya wacana, semoga bapak bisa merealisasikan peraturan ini, mengingat makin maraknya intoleransi di bumi pertiwi, yang mayoritas merasa jumawa, merasa paling berhak mendapatkan prioritas, memaksakan kehendaknya pada minoritas.

 

 

 

 

 

 

 

Artikel ini telah tayang di Seword.com,
https://seword.com/umum/menag-nggak-ada-kerjaan-ngurusi-pakaian-orang-5CCHOGvDFB