Meski Gagal Jadi Menteri, Sejumlah Aturan Ini Bisa Buat Ahok Jadi Dewan Pengawas KPK
6 November 2019JAKARTA – Tanpa izin dewan pengawas, penyidik KPK tidak akan bisa menyadap calon tersangkanya.
Teka-teki siapa saja yang akan menduduki jabatan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai terdengar.
Basuki BTP alias Ahok BTP, dan Antasari Azhar digadang-gadang bakal menjadi salah satu anggota dari 5 anggota dewan pengawas.
Presiden Jokowi mengungkapkan itu saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
“Untuk pertama kalinya tidak lewat pansel,” ujar Jokowi.
Meski tidak melalui pansel dan pemilihan langsung ditunjuk oleh dirinya, Jokowi meminta agar masyarakat mempercayai pilihannya.
Jokowi juga memastikan, nantinya yang terpilih merupakan sosok yang memiliki kredibilitas yang baik.
“Tapi percayalah bahwa yang terpilih nanti adalah beliau-beliau yang memiliki kredibilitas yang baik,” tegasnya.
Dari situlah nama Ahok BTP mulai digadang-gadang di media sosial.
Pertanyaannya, apakah Ahok BTP bisa menjadi dewan pengawas KPK? Sebab Ahok terjerat kasus pidana.
Ia pernah terjerat kasus penistaan agama, dan menjalani masa tahanan selama 2 tahun di Rutan Mako Brimob.
Apakah dengan rekam jejak seperti itu Ahok BTP bisa dipilih menjadi dewan pengawas?
Untuk mengetahui hal itu, mari kita simak aturan pengangkatan dewan pengawas KPK.
Syarat dewan pengawas terdapat di Pasal 37E UU 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU 30 tahun 2002 tentang KPK.
Dalam pasal itu, disebutkan untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
warga negara Indonesia; bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; sehat jasmani dan rohani; memiliki integritas moral dan keteladanan; berkelakuan baik; tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; berusia paling rendah 55 (lima puluh lima) tahun;berpendidikan paling rendah S1 (sarjana strata satu); tidak menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya; tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Dewan Pengawas; dan mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selama ini, diketahui bahwa Ahok BTP tidak dapat dipilih menjadi menteri lantaran ada ketentuan menteri tidak boleh melakukan perbuatan tercela.
Definisi perbuatan tercela itu membuat kasus penistaan agama dapat dianggap sebagai bentuk perbuatan tercela.
Tapi dalam persyaratan dewan pengawas KPK, tidak ada point ‘perbuatan tercela’
Point perbuatan tercela di UU 19/2019 baru muncul sebagai syarat memberhentikan anggota dewan pengawas.
Hal itu tertuang dalam Pasal 37F, bunyinya seperti di bawah ini :
Ketua dan anggota Dewan Pengawas berhenti atau diberhentikan, apabila meninggal dunia; berakhir masa jabatannya;melakukan perbuatan tercela; dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan;mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; dan/atau tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut.
***
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul “Tak Bisa Jadi Menteri Karena Penistaan Agama, Aturan Ini Bisa Buat Ahok Jadi Dewan Pengawas KPK”