Indonesia Tidak Termasuk Negara Tak Bersahabat di Mata Rusia, Ini Alasannya, Terungkap!

Indonesia Tidak Termasuk Negara Tak Bersahabat di Mata Rusia, Ini Alasannya, Terungkap!

9 Maret 2022 Off By Redaksi

NESIATIMES.COM – Pemerintah Rusia merilis daftar 25 negara yang dinilai tak bersahabat dengan perusahaan dan warga Rusia.

Kantor berita Rusia TASS News Agency menyebut daftar tersebut telah mendapat persetujuan dari pemerintah Federasi Rusia.

Adapun dekrit pemerintah Rusia menyebut negara dan wilayah yang masuk dalam daftar telah menerapkan atau bergabung menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.

Hal ini, terkait dengan operasi militer khusus Angkatan Bersenjata Rusia di Ukraina atas perintah Presiden Rusia Vladimir Putin.

Negara yang masuk dalam daftar tersebut antara lain Australia, Albania, Andorra, Inggris, termasuk Jersey, Anguilla, dan British Virgin Islands

Kemudian Gibraltar, negara-negara anggota Uni Eropa, Islandia, Kanada, Liechtenstein, Mikronesia, Monaco, Selandia Baru, serta Norwegia.

Lalu Republik Korea (Korea Selatan), San Marino, Makedonia Utara, Singapura, Amerika Serikat, Taiwan, Ukraina, Montenegro, Swiss, dan Jepang

Melansir detiknews Rabu (9/3/2022), Indonesia tidak masuk dalam daftar tersebut karena beberapa alasan.

Pada Rabu (2/3/2022), sembilan dari 11 negara Asia Tenggara mendukung resolusi Majelis Umum PBB untuk menegur Moskow dan menyerukan perdamaian.

Sementara dua negara mitra bersejarah Rusia, Vietnam dan Laos menyatakan abstain.

Meski memberikan suara secara diplomatik, tanggapan pemerintah di Asia Tenggara terkait permasalahan tersebut berbeda-beda.

Singapura menyatakan menjatuhkan sanksi kepada Rusia, sementara Filipina, sekutu perjanjian AS, memutuskan netral.

Thailand dan Malaysia tetap diam, sedangkan Indonesia dengan cepat mengkritik tindakan Presiden Vladimir Putin.

Banyak pimpinan regional yang menyerukan perdamaian, namun tetap berusaha untuk tidak memihak dalam konflik yang terjadi.

Rusia sendiri merupakan mitra dagang terbesar kesembilan dari ASEAN, yang mungkin menjadi alasan beberapa negara memilih tidak mengkritik Moskow.

Tak hanya itu, Rusia juga pemasok senjata terbesar di kawasan itu.

Vietnam mendapat suplai peralatan militer lebih dari 80 persen dari Rusia sejak tahun 2000.

Rusia tercatat telah menjual senjata ke Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan satu-satunya pemasok utama amunisi junta militer Myanmar.

Sementara itu, Jakarta pernah menjadi tuan rumah latihan maritim bersama Rusia-ASEAN yang pertama pada Desember 2021.

Kendati demikian, profesor di National War College Amerika Serikat Zachary Abuza mengatakan sudut pandang militer bisa dilebih-lebihkan.

Abuza menyebut sebagian besar ekspor senjata Rusia terkonsentrasi di Vietnam dan Myanmar sedangkan di negara lain gagal berkembang.

Kemudian, bagian dari elit politik Asia Tenggara juga memandang Putin sebagai pemimpin kuat yang telah mencerca tatanan dunia yang dipimpin AS.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte bahkan menyebut Putin sebagai “pahlawan favoritnya”.

Selain itu, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen juga menganugerahi Putin dengan “Orde Persahabatan” pada 2021 lalu.

Di sisi lain, pemerintah di Asia Tenggara juga disebut enggan untuk “campur tangan” dalam urusan yang lebih jauh.

Beberapa analis menilai pemerintah Asia Tenggara tak ingin membuat Cina frustasi sehingga memberikan respons samar terhadap perang Ukraina.

Beberapa negara Asia Tenggara bersengketa dengan Beijing atas klaim wilayah di Laut Cina Selatan dan kawasan itu tidak ingin meningkatkan persaingan AS-Cina.

Akan tetapi, seorang komentator hubungan internasional Asia yang berbasis di Brussel, Shada Islam ikut angkat bicara.

Islam menyebut tanggapan tersebut tidak banyak kaitannya dengan Cina melainkan lebih kepada “kewaspadaan tradisional kawasan itu untuk tidak mencampuri urusan negara lain”.

Terlebih lagi, atas apa yang bagi sebagian orang tampak sebagai krisis yang jauh di Eropa Timur.

Menteri Pertahanan  Filipina Delfin Lorenzana juga menyatakan “bukan urusan kami untuk ikut campur dalam apapun yang mereka lakukan di Eropa”.

Islam menuturkan AS dan negara-negara Eropa lantas bingung dan berharap bisa membuat pemerintah Asia Tenggara berubah pikiran.

Pemerintah Asia Tenggara memang mengambil kebijakan tidak mencampuri urusan negara lain atau disebut “Cara ASEAN” selama beberapa dekade.

Namun, tampaknya kini mulai timbul perdebatan terutama terkait penyebab pecahnya perang di Ukraina.

Survei terbaru Negara Asia Tenggara yang diterbitkan  ISEAS-Yusof Ishak Institute pada Februari 2022 menyebut pendapat terbagi antara AS dan Cina.

Tetapi mayoritas warga Asia Tenggara tetap bertekad tidak terseret dalam orbit salah satu negara adidaya tersebut.

(Stv/Rah).