Tarian Toerang Batu Sulawesi Barat yang Hampir Punah, Kini Bangkit Kembali
26 September 2019 Off By Fitri FebrianiNESIATIMES.COM – Tari Toerang Batu merupakan salah satu tarian tradisional sejenis tarian perang, biasanya dilakukan oleh para penari pria sebagai para prajurit dan penari wanita sebagai pendukung tari.
Seiring dengan sudah tidak adanya perang, Tarian Toerang Batu ini hampir punah dan tidak pernah ditampilkan lagi.
Namun, beberapa seniman dan budayawan tarian ini digunakan sebagai pertunjukan seni dan budaya agar tetap melestarikan nilai-nilai budaya asli masyarakat di Poliwali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat.
Konon katanya, zaman dahulu sebelum Tari Toerang Batu ini dimulai ada beberapa ritual khusus yang sifatnya sakral, terlebih dulu melakukan sesajen yang berupa telur ayam dan nasi ketan empat warna serta doa. Sedangkan, pasukan yang berangkat berperang dilakukan tahapan ujian.
Ujian pasukan yang dimaksud adalah cara melompati telur yang diletakan diatas sebongkah batu. Kemudian, yang lolos melompat setinggi lebih dari satu meter dinyatakan menjadi pasukan dan tidak lolos akan ditempatkan dibagian logistik pasukan
Biasanya, Tari Toerang Batu dipentaskan di tengah hutan dan disaksikan oleh prajurit yang akan berperang. Jika, pasukan sudah menyaksikan tarian ini akan berjanji untuk menyerahkan segala hidup dan matinya untuk memenangkan peperangan tersebut.
Dalam pertunjukannya, penari pria menari dengan menggunakan senjata seperti tombak, pedang dan keris pusaka. Sedangkan, penari wanita membawa mangkuk berisi bunga yang akan ditaburkan kepada para penari pria.
Lalu, Tari Toerang Batu diiringi musik tradisional seperti gong dan gendang khas Sulawesi Barat. Sedangkan, irama yang dimainkan para pengiring disesuaikan dengan gerakan para penari.
Kostum yang dipakai pertunjukan Tari Toerang Batu adalah busana adat, seperti baju lengan panjang dan celana panjang. Lalu, menggunakan ikat kepala dan kain sarung yang dipasang dipinggang. Namun, tidak hanya itu saja, aksesoris gelang, kalung, anting dan hiasan kepala yang sudah menjadi khas.
(EFG/FITRI)