Tradisi Palang Pintu yang Masih Dilestarikan Saat Pernikahan Betawi

Tradisi Palang Pintu yang Masih Dilestarikan Saat Pernikahan Betawi

7 November 2019 Off By Fitri Febriani

NESIATIMES.COM – Budaya Betawi memiliki berbagai ragam seperti adat dan tradisi. Nah, salah satunya adalah tradisi palang pintu yang digunakan saat pernikahan masyarakat Betawi ketika menyambut para tamu.

Tradisi palang pintu merupakan sebuah kesenian antara silat dan pantun. Dalam tradisi ini, jawara sebagai perwakilan mempelai laki-laki maupun perempuan yang akan menunjukkan kemampuan gerakan silat dan saling melontarkan pantun satu sama lain.

Biasanya alat-alat yang dibawa dalam acara tersebut hanya kembang kelapa dan alat atraksi silat, seperti golok serta membawa tim musik rebana kecimpring.

Berikut beberapa makna saat tradisi palang pintu, yaitu:

  • Menguji kemampuan pendatang

Tradisi palang pintu ini berguna untuk menguji ilmu dari pengantin laki-laki untuk berani mempersunting mempelai perempuan.

  • Proses palang pintu

Syarat untuk mempersunting mempelai perempuan ada dua, yaitu bisa mengalahkan jawara dan pintar dalam mengaji.

Hal tersebut mempunyai maknanya, yaitu jika seorang laki-laki berada dirumah berkewajiban untuk bisa mengaji agar kelak menjadi kepala keluarga yang baik.

Sedangkan saat berada diluar rumah, laki-laki harus pandai bersilat supaya bisa melindungi keluarganya.

Selain dari proses palang pintu, kini juga ada tahapan proses saat menjalankan palang pintu, yaitu:

  • Silat

Jenis silat yang digunakan untuk palang pintu yaitu Silat Cingkring berasal dari daerah Rawa Belong, Sukabumi Utara dan Kebon Jeruk.

Silat Cingkrik pada umumnya merupakan seni bela diri, namun saat ini digunakan sebagai seni pertunjukan.

  • Perlengkapan saat penampilan

Membawa kembang kelapa tujuannya agar ketika sudah menjadi kepala rumah tangga yang sah dapat berguna segala hal baik dalam keluarga maupun di masyarakat.

Lalu, membawa roti buaya sebagai seserahan kepada mempelai wanita, menandakan bahwa mempelai laki-laki telah siap menikah dan setia selamanya.

Dalam roti buaya tersebut mempunyai filosofinya, karena buaya tidak akan menikah lagi meskipun pasangannya mati. Dan sebagai simbol keberanian yang nantinya melewati semua tantangan saat menjadi kepala rumah tangga.

  • Kostum saat beraksi

Kostum yang digunakan para pemain palang pintu berupa baju koko atau sadariah berwarna polos, sedangkan bawahan memakai celana panjang dengan corak batik yang warna dasar putih, coklat atau hitam.

Untuk tambahan aksesorisnya menggunakan sarung yang ditaruh di pundak dan peci hitam.

(EFG/FITRI)