Tradisi Pasola: Tradisi Perang yang Unik di NTT dan Penuh Makna
30 September 2019NESIATIMES.COM – Setiap daerah tentu memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda, namun tetap mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat daerah setempat.
Seperti masyarakat Sumba yang masih menganut agama Marapu, tetap menjaga tradisi Pasola ini. Sebuah ritual adat yang selalu diadakan setiap tahunnya di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Perang Pasola merupakan permainan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang berlawanan.
Konon katanya, tradisi Pasola ini cerita kisah cinta antara Rabu Kaba dan Teda Gaiparona.
Pada masa itu Rabu Kaba seorang janda cantik jatuh cinta dengan Teda Gaiparona dari kampung Kodi. Namun, cinta mereka tak direstui oleh keluarga sehingga mereka memutuskan untuk kawin lari.
Lalu, Ratu Kaba jatuh cinta dengan Teda Gaiparona dan tidak ingin kembali dengan suaminya. Akhirnya, suami Ratu Kaba memerintahkan warga Waiwuang untuk mengadakan tradisi menangkap nyale (cacing laut) dan Pasola untuk melupakan kesedihan tersebut.
Uniknya, tradisi Perang Pasola menarik perhatian banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang untuk melihat acara tradisi tersebut.
Tradisi ini diadakan setiap bulan Februari atau Maret, pasola diadakan dalam rangka merayakan musim panen serta memohon pengampunan
Sebelum Pasola dilaksanakan, tradisi ini di awali dengan melakukan tradisi adat nyale, mencari cacing laut.
Adat nyale adalah upacara rasa syukur atas anugerah yang didapatkan. Nyale, dilakukan pada waktu bulan purnama yang ditandai dengan datangnya musim panen dan cacing laut yang melimpah di pinggir pantai.
Pasola diadakan pada empat kampung di Kabupaten Sumba Barat, yakni kampung Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura.
Acara Pasola diadakan di tanah lapang yang sangat luas. Lalu, dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari 100 pemuda, dimainkan dengan bersenjata tombak atau lembing kayu yang tumpul dan juga kuda sebagai sarana.
Tombak bambu yang digunakan memang tidak tajam, namun tetap saja bisa menyebabkan korban jiwa. Mereka akan beradu diatas kuda yang dipacu kencang sambil mengayunkan tombak masing-masing hingga lawan terjatuh.
(EFG/FITRI)